KATA PENGANTAR
AssalamualaikumWr,Wb
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
bertemakan “KEBUDAYAAN BUGIS”
Makalah
ini diharapkan mampu membantu kami sebagai penyusun dan pelajar lain sebagai
pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kebudayaan bugis .
Selain itu, makalah ini diharapkan dapat
menjadi bacaan para pembaca agar dapat memahami tentang kebudayaan bugis.
Oleh
karena itu, dengan adanya makalah ini, diharapkan agar pelajar mampu mengerti
dan memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan budaya dalam masyarakat
Kami ucapkan terima kasih kepada
para pembaca yang sudah berkenaan membaca makalah ini dengan tulus dan ikhlas. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
buat kita semua amin.
Bima,4 Maret2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
…………………………………………………………………… 1
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………....... 2
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
…………………………………………………………… . 3
B.
RUMUSAN MASALAH ………………………………………………………… 3
C.
TUJUAN
………………………………………………………………………….3
BAB II PEMBAHASAN
A.
IDENTIFIKASI………………………………………………………………….4
B.
SISTEM KEKERAABATAN………………………………………………….…4
C.
SISTEM
PENGETAHUAN……………………………………………………...5
D.
AGAMA………………………………………………………………………….5
E.
MATA
PENCAHARIAN………………………………………………………..6
F.
BAHASA, TULISAN DAN KESASTRAAN…………………………………..7
G.
TEKNOLOGI…………………………………………………………………....8
H.
KESENIAN……………………………………………………………..………9
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN ………………………………………………………………….. 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
seperti yang kita ketahui, Indonesia
adalah Negara kepulauan yang memiliki bermacam- macam suku, kebudayaan dan
bangsa. Kebudayaan yang beraneka ragam tersebut tentu dapat terjadi karena
perbedaan suku yang sangat terlihat pada setiap wilayah dan daerah di
Indonesia. Tentu saja ini menjadi sebuah tradisi yang turun- temurun
sejak dahulu.Kebudayaan ini
tentu saja harus kita pelihara dan lestarikan keberadaannya, ini merupakan
bekal untuk generasi yang akan datang agar mereka juga bisa mengetahui dan melihat
keindahan, keunikkan dan keaslian dari kebudayaan tersebut. Khususnya
kebudayaan yang berada di daerah Sulawesi Selatan yaitu suku Bugis melalui 7 unsur kebudayaan yang ada.Melihat
keunikkan dari daerah Sulawesi selatan ini sendiri.Sulawesi Selatan memiliki
berbagai macam kebudayaan yang sangat unik seperti suku bugis, toraja,
Makassar, dsb. Sungguh sangat menarik jika diteliti.Kebudayaan mereka pun tidak jauh berbeda dan saling berhubungan.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang di maksud dengan kebudayaan bugis.
2.
Mengetahui system kekerabatan bugis.
3.
Mengetahui Sistem Pengetahuan
bugis.
4.
Mengetahui Agama yang
di anut bugis.
5.
Mengetahui Mata
Pencaharian bugis.
6.
Mmengetahui Bahasa,
Tulisan dan Kesusasteraan bugis.
7.
Mengetahui Teknologi
bugis.
8.
Mengetahui Kesenian
bugis.
C.
Tujuan
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang system social
budaya bugis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Identifikasi
Kebudayaan
Bugis Makasar adalah kebudayaan dari suku-bangsa Bugis-Makassar yang mendalami
bagian terbesar dari jazirah selatan dari pulau sulawesi. Dimana terdiri atas
23 kabupaten, diantaranya dua buah kota-madya. Penduduk propinsi Sulawesi
Selatan terdiri dari empat suku-bangsa ialah : Bugis, Makassar, Toraja dan
Mandar. Orang Bugis mendiami kabupaten-kabupaten Bulu-kumba, Sinjai, Bone,
Soppeng, Wajo, didenreng-Rappang, Pinreng, Polewali-Mamasa, Enkereng, Luwu,
Pare-pare, Barru, Pangkajenen Kepulauan dan Maros. Pangkajenen dan Maros
merupakan daerah-daerah peralihan yang penduduknya menggunakan bahasa bugis dan
makassar. Kabupaten Enrekang merupakan daerah peralihan Bugis-Toraja dan
penduduknya sering dinamakan orang Duri.
Orang Makassar mendiami kabupaten-kabupaten
Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Maros dan Pangkajene (Bugis-Makassar).
Orang Toraja ialah penduduk Sulawesi Tengah, sebagian juga mendiami propinsi
Sulawesi Selatan, ialah wilayah dari kabupaten Tana-Toraja dan Mamasa (Toraja
Sa’dan). Orang Mandar mendiami kabupaten Majene dan Mamuju.
B. Sistem Kekerabatan
Perkawinan dalam hal mencari jodoh dalam kalangan masyarakat
desanya sendiri, adat Bugis-Makassar menetapkan sebagai perkawinan yang ideal :
1. Perkawinan assialang
marola (dalam bahasa Makassar passialleang baji’na) :
antara saudara sepupu derajat kesatu
baik dari pihak ayah maupun ibu.
2. Perkawinan assialanna
memang (dalam bahasa Makassar passialleanna) : perkawinan
antara saudara sepupu sederajat kedua, baik dari pihak ayah maupun ibu.
3. Perkawinan
antara ripaddeppe’ mabelae (dalam bahasa Makassar nipakambani
bellaya)
Perkawinan antara saudara sepupu derajat ketiga
juga dari kedua belah pihak.
Adapun perkawinan-perkawinan yang dilarang
karena dianggap sumbang(salimara’) adalah :
1. Perkawinan
antara anak dengan ibu atau ayah.
2. Antara
saudara-saudara kandung.
3. Antara
menantu dan mertua.
4. Antara
paman atau bibi dengan kemenakannya.
5. Antara
kakek dan nenek dengan cucu.
Perkawinan yang dilangsungkan secara adat melalui deretan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Mappuce-puce (dalam
bahasa Makassar akkusissing) : kunjungan dari keluarga si laki-laki
kepada keluarga si gadis untuk memeriksa kemungkinan apakah peminang dapat
dilakukan. Kalu kemungkinan itu tampak ada, maka diadakan.
2. Massuro (dalam
bahasa Makassar assuro) : kunjungan dari utusan pihak keluarga
laki-laki kepada keluarga si gadis untuk membicarakan waktu pernikahan, jenis
mas-kawinnya, belanja perkawinan, dan penyelenggaraan pestanya. Setelah
tercapai persepakatan maka masing-masing keluarga melakukan.
3. Madduppa (dalam
bahasa Makassar ammuntuli) : pemberitahuan kepada semua kaum
kerabat mengenai perkawinan yang akan datang.
C.
Sistem Pengetahuan
Sampai tahun 1965 ,
karena keadaan kekacauan terus-menerus sejak zaman jepang, zaman revolusi, dan
zaman pemberontakan kahar muzakar, maka perkembangan di sulawesi selatan amat
terbelakang kalau dibangkan dengan lain-lain daerah di indonesia walaupun
demikian di kota-kota, usaha memajukan pendidikan berjalan juga dan sesudah pemulihan
kembali keadaan aman, maka disampin rehabilitaasi dalam sektor2 ekonomi, sarana
dan kehidupan kemasayarakatan pada umum nya, usaha dari lapangan pendidikan
mendapat perhatian yang khusus.
D.
Agama
Religi orang
Bugis-Makassar dalam zaman pra-Islam, seperti tampak dari sure’ Galigo,
sebenarnya telah mengandung suatau kepercayaan satu dewa yang tunggal yang
disebut dengan beberapa nama seperti :
1. Patoto-e (dia yang
menentukan nasib).
2. Dewata
seuwa-e (dewa yang tunggal).
3. Turie
a’rana (kehendak yang tertinggi).
Sisa-sisa kepercayaan lama seperti ini masih
tampak jelas misalnya pada orang To Lotang di kabupaten Sidenreng-Rappang dan
pada orang Amma-Towa di Kajang, kabupaten Bulukumba.
Waktu agama islam masuk ke Sulawesi Sealatan
pada permulaan abad ke-17, maka ajaran Tauhid dalam Islam, mudah dapat di
pahami oleh penduduk yang telah percaya kepada dewa yang tunggal dalam La
Galigo. Demikian agama islam mudah diterima dan proses itu dipercepat
dengan dan oleh kontak terus-menerus dengan pedagang-pedagang Melayu islam yang
sudah menetap di Makassar, maupun dengan kunjungan-kunjungan orang
Bugis-Makassar ke negeri-negeri lain yang sudah beragama islam.
Hukum Islam atau syari’ah diintegrasikan ke
dalam panngaderreng dan menjadi sara’ (unsur yang mengandung
pranata-pranata dan hukum Islam) sebagai suatu unsur pokok darinya dan kemudian
menjiwai keseluruhannya.
Kira-kira 90% dari penduduk Sulawesi Selatan
adalah pemeluk agama islam, sedangkan hanya 10% memeluk agama kristen protestan
atau katolik. Kegiatan da’wah islam dilakukan oleh organisasi islam yang amat
aktif sepetri Muhamadiyah, Darudda’wah wal Irsjad, partai-partai politik islam
dan ikatan mesjid dan musholla dengan pusat islamnya di Ujung Pandang.
Kegiatan-kegiatan dari missi katolik dan penyebar injil lainnya juga ada di
Sulawesi Selatan.
E.
Mata Pencaharian
Penduduk Sulawesi Selatan pada
umumnya petani seperti penduduk dari lain-lain daerah di Indonesia. Di berbagai
tempat di pegunungan, di pedalaman dan tempat-tempat terpencil lainnya di
Sulawesi Selatan seperti di daerah orang toraja, banyak penduduk msih melakukan
cocok tanam dengan teknik peladangan.
Adapun pada orang Bugis dan Makassar yang
tinggal di desa-desa di daerah pantai, mencari ikan merupaka n suatu mata
pencaharian hidup yang penting. Memang orang Bugis dan Makassar terkenal
sebagai suku-bangsa pelaut di Indonesia yang telah mengembangkan suatu
kebudayaan maritim sejak beberapa abad lamanya. Kebudayaan maritim dari orang
Bugis-Makassar itu tidak hanya mengembangkan perahu-perahu layar dan kepandaian
berlayar yang cuckup tinggi, tetapi juga meninggalkan suatu hukum
niaga dalam pelayaran, yang disebut Ade’ Allopi-loping
Bicaranna Pabbalu’e dan yang tertulis pada lontar oleh Amanna
Gappa dalam abad ke-17. Bakat berlayar yang rupa-rupanya telah ada pada orang
Bugis dan Makassar, akibat dari kebudayaan maritim dari abad-abad yang telah
lampau itu.
Sebelum Perang Dunia ke-II, daerah Sulawesi
sealatan merupakan daerah surplus bahan makanan, yang mengexport beras dan
jagung ke lain-lain tempat di Indonesia. Adapun kerajinan rumah tangga yang
khas dari Sulawesi Selatan adalah tenunan sarung sutera dari Mandar dan wajo
dan tenunan sarung Samarinda dari Bulukumba.
F.
Bahasa, Tulisan dan Kesasteraan
Orang Bugis mengucapkan bahasa Ugi dan orang
Makassar bahasa Mangasara. Kedua bahasa tersebut pernah dipelajari dan diteliti
secara mendalam oleh seorang ahli bahasa Belanda B.F.Matthes, dengan
mengambil berbagai sumber, kesusateraan tertulis yang sudah dimiliki oleh orang
Bugis dan Makassar itu sejak berabad-abad lamanya. Huruf yang dipakai dalam
naskah-naskah Bugis-Makassar kuno adalah aksara lontara, sebuah
sistem huruf yang asal dari huruf sansekerta. Sejak abad permulaan abad ke-17
waktu agama islam dan kesusasteraan islam mulai mempengaruhi Sulawesi Sealatan,
maka kesusasteraan Bugis dan Makassar ditulis dalam huruf Arab (aksara
serang).
Naskah-naskah kuno dari orang Bugis dan Makassar
hanya tinggal ada yang ditulis diatas kertas denga pena atau lidi ijuk
(kallang) dalam aksara lontara atau dalam aksara
serang. Di antara buku terpenting dalam kesusasteraan Bugis dan
Makassar adalah buku Sure Galigo. Suatu himpunan amat besar
dari suatu mitologi yang bagi banyak orang Bugis dan Makassar masih mempunyai
nilai yang keramat. Selain itu juga mempunyai fungsi sebagai pedoman dan tata
kelakuan bagi kehidupan orang, seperti buku himpunan amanat-amanat dari nenek
moyang (paseng), buku himpunan undang-undang,
peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pemimpin-pemimpin adat (rapang). Kemudian
ada juga himpunan-himpunan kesusasteraan yang mengandung bahan sejarah, seperti
silsilah raja (Attoriolong) dan ceritera-ceritera pahlawan
yang dibubuhi sifat-sifat legendaris (pau-pau). Akhirnya ada
juga banyak buku-buku yang mengandung dongeng rakyat, catatan-catatan tentang
ilmu gaib (kotika) dan buku-buku yang berisi syair,
nyanyian-nyanyian, teka-teki dan sebagainya.
G.
Teknologi
Suku bugis di makasar sebagai salah satu pewaris
bangsa bahari. Banyak bukti yang menunjukan suku bugis piawai menguasai lautan
dengan perahu layar. Perantauan mereka sudah terkenal sejak beberapa abad lalu.
Mereka tidak hanya menguasai perairan wilayah nusantara, banyak bukti yang
membuktikan bahwa sejak dulu pelaut bugis makasar telah sampai disemenanjung
malaka, singapura, Filipina, Australia, madagaskar ,dan lain sebagainnya. Salah
satu jenis perahu yang digunakan untuk berlayar ialah perahu pinisi. Perahu
jenis ini telah digunakan oleh pelaut bugis sejak ratusan tahun lalu. Diluar
Sulawesi selatan, perahu pinisi lebih dikenal sebagai perahu bugis.
Menurut beberapa sumber perahu yang dipergunakan
masyarakat pesisir ada beberapa jenis. Tetapi, pada umumnya perahu yang mereka
gunakan adalah perahu kecil yang digunakan untuk mendukung aktivitas mereka
sehari-hari. Menurut legenda, perahu besar baru mulai dipergunakan sejak zaman
saweri gading seperti disebutkan dalam lontarak ilaga ligo. saweri gading
adalah putra raja luwu yang pertama kali menggunakan perahu yang berukuran
besar. Perahu tersebut dibuat dengan kekuatan medis oleh neneknya yang bernama
la toge langi (gelar batara guru) selanjutnya mereka percaya bahwa dari rakitan
itulah mereka mendapatkan ilham dasar membuat perahu yang terbuat dari
lembaran-lembaran papan. Mereka percaya konstruksi perahu saweri gading telah
dibakukan oleh nenek moyang mereka yang selanjutnya menjadi pola perahu yang
terkenal yaitu pinisi.
Bagi orang lemo-lemo, mereka percaya bahwa
keahlian membuat perahu yang mereka miliki bersumber dari penemuan saweri
gading demikian pula orang bira mereka percaya bahwa keahlian berlayar yang
mereka miliki sejak dahulu diwarisi dari penemuan layar dan tali temali perahu
dari saweri gading.
Untuk perahu jenis lainnya, masyarakat suku
bugis yang bermata pencaharian sebagai nelayan mampu merakit perahu bercadik
atau perahu kecil yang bernama padewakang. Umumnya perahu ini digunakan para
nelayan untuk berburu ikan.
H.
Kesenian
Alat musik:
1.Kacapi
Salah satu alat musik
petik tradisional Sulawesi Selatan khususnya suku Bugis,
Bugis Makassar dan Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau
diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu yang
memiliki dua dawai,diambil karena penemuannya dari tali layar perahu.
Biasanya ditampilkan pada acara penjemputan para tamu, perkawinan, hajatan,
bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
Bugis Makassar dan Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau
diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu yang
memiliki dua dawai,diambil karena penemuannya dari tali layar perahu.
Biasanya ditampilkan pada acara penjemputan para tamu, perkawinan, hajatan,
bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
2. Sinrili
Alat musik yang
mernyerupai biaola cuman kalau biola di mainkan dengan
membaringkan di pundak sedang singrili di mainkan dalam keedaan pemain
duduk dan alat diletakkan tegak di depan pemainnya.
membaringkan di pundak sedang singrili di mainkan dalam keedaan pemain
duduk dan alat diletakkan tegak di depan pemainnya.
3. Gendang
Musik perkusi yang
mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang dan bundar
seperti rebana.
seperti rebana.
4. Suling
Suling bambu/buluh, terdiri
dari tiga jenis, yaitu:
• Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telah punah.
• Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telah punah.
•Suling calabai (Suling
ponco),sering dipadukan dengan piola (biola) kecapi dan dimainkan bersama penyanyi
• Suling dupa samping
(musik bambu), musik bambu masih terplihara di daerah
Kecamatan Lembang. Biasanya digunakan pada acara karnaval (baris-berbaris) atau
acara penjemputan tamu.
Kecamatan Lembang. Biasanya digunakan pada acara karnaval (baris-berbaris) atau
acara penjemputan tamu.
Seni Tari
• Tari pelangi; tarian
pabbakkanna lajina atau biasa disebut tari meminta hujan.
• Tari Paduppa Bosara; tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika
kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran
dan kehormatan
• Tari Paduppa Bosara; tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika
kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran
dan kehormatan
• Tari Pattennung; tarian adat yang
menggambarkan perempuan-perempuan yang
sedang menenun benang menjadi kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan
perempuan-perempuan Bugis.
sedang menenun benang menjadi kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan
perempuan-perempuan Bugis.
• Tari Pajoge’ dan Tari
Anak Masari; tarian ini dilakukan oleh calabai (waria),
namun jenis tarian ini sulit sekali ditemukan bahkan dikategorikan telah punah.
• Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa ,tari Pa’galung, dan tari
Pabbatte(biasanya di gelar padasaat Pesta Panen).
namun jenis tarian ini sulit sekali ditemukan bahkan dikategorikan telah punah.
• Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa ,tari Pa’galung, dan tari
Pabbatte(biasanya di gelar padasaat Pesta Panen).
Masakan
Khas Sulawesi Selatan :
1) Coto Maka. Makanan makasar
2) Konro
3) Sop saudara
4) Pisang epe’
5) Pisang ijo
6) Palu bassah
7) Palu butung
8) Nasu palekko (bebek)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Suku-Bangsa
Bugis adalah bagian terbesar dari jazirah selatan dari pulau Sulawesi. Bugis
merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal Sulawesi Selatan. Penciri utama
kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga pendatang Melayu
dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga
administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi, juga
dikategorikan sebagai orang Bugis.
Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.
Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.
DAFTAR PUSTAKA
http://humris.blogspot.com/2009/01/menganal-aksara-lontara-bugis.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Suku Bugis
http://www.geocities.com/triplefortune/makassar.doc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar