BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Menurut
August Comte sosiologi mengkaji mengkaji masyarakat dari sisi social statics
(statika social atau struktur social) dan social dynamics (dinamika social atau
perubahan social). Comte berpendapat bahwa setiap masyarakat memiliki dua
system kehidupan yang berbeda sebagaimana yang dipelajari oleh sosiologi
itu. Walaupun memiliki sisi yang berbeda, keduanya menjadi system yang
tak terpisahkan dari sebuah masyarakat secara umum.
Social
statics meliputi struktur social masyarakat berupa kelompok dan lembaga-lembaga
sosial, lapisan serta kekuasaan, sedangkan sosial dinamics adalah fungsi-fungsi
masyarakat yang terlibat dalam proses social, perubahan social, atau bentuk
abstrak interaksi social.
Suatu sistem sosial tidak hanya berupa kumpulan individu
tetapi juga berupa hubungan-hubungan sosial dan sosialisasi yang membentuk
nilai-nilai dan adat istiadat sehingga terjalin kesatuan hidup bersama yang
teratur dan berkesinambungan.
Struktur sosial adalah cara bagaimana suatu masyarakat
terorganisasi dalam hubungan-hubungan yang dapat diprediksikan melalui pola
perilaku berulang antar individu dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut.
Struktur sosial dapat diartikan sebagai jalinan antara struktur-struktur sosial
yang pokok yaitu kaidah-kaidah / norma-norma sosial, lembaga-lembaga sosial dan
lapisan-lapisan sosial.
\
BAB II
STRUKTUR SOSIAL
A.
Definisi Struktur Sosial
Secara
harfiah, struktur bisa diartikan sebagai susunan atau bentuk. Struktur tidak
harus dalam bentuk fisik, ada pula struktur yang berkaitan dengan sosial.
Menurut ilmu sosiologi, struktur sosial adalah tatanan atau susunan sosial yang
membentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Susunannya bisa vertikal
atau horizontal.
Para
ahli sosiologi merumuskan definisi struktur sosial sebagai berikut:
·
George Simmel: struktur sosial adalah kumpulan individu
serta pola perilakunya.
·
George C. Homans: struktur sosial merupakan hal yang
memiliki hubungan erat dengan perilaku sosial dasar dalam kehidupan sehari-hari.
·
William Kornblum: struktur sosial adalah susunan yang dapat
terjadi karena adanya pengulangan pola perilaku undividu.
·
Soerjono Soekanto: struktur sosial adalah hubungan timbal
balik antara posisi-posisi dan peranan-peranan sosial.
B. Ciri-ciri Struktur Sosial
1. Muncul pada kelompok masyarakat
Struktur
sosial hanya bisa muncul pada individu-individu yang memiliki status dan peran.
Status dan peranan masing-masing individu hanya bisa terbaca ketika mereka
berada dalam suatu sebuah kelompok atau masyarakat.
Pada
setiap sistem sosial terdapat macam-macam status dan peran indvidu. Status yang
berbeda-beda itu merupakan pencerminan hak dan kewajiban yang berbeda pula.
2. Berkaitan erat dengan kebudayaan
Kelompok
masyarakat lama kelamaan akan membentuk suatu kebudayaan. Setiap kebudayaan
memiliki struktur sosialnya sendiri. Indonesia mempunyai banyak daerah dengan
kebudayaan yang beraneka ragam. Hal ini menyebabkan beraneka ragam struktur
sosial yang tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Hal-hal
yang memengaruhi struktur sosial masyarakat Indonesia adalah sbb:
1. Keadaan geografis
Kondisi geografis terdiri dari
pulau-pulau yang terpisah. Masyarakatnya kemudian mengembangkan bahasa,
perilaku, dan ikatan-ikatan kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
2. Mata pencaharian
Masyarakat Indonesia memiliki mata
pencaharian yang beragam, antara lain sebagai petani, nelayan, ataupun sektor
industri.
3. Pembangunan
Pembangunan dapat memengaruhi
struktur sosial masyarakat Indonesia. Misalnya pembangunan yang tidak merata
antra daerah dapat menciptakan kelompok masyarakat kaya dan miskin.
3. Dapat
berubah dan berkembang
Masyarakat
tidak statis karena terdiri dari kumpulan individu. Mereka bisa berubah dan
berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Karenanya, struktur yang dibentuk oleh
mereka pun bisa berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
C. Fungsi Struktur Sosial
1. Fungsi Identitas
Struktur
sosial berfungsi sebagai penegas identitas yang dimiliki oleh sebuah kelompok.
Kelompok yang anggotanya memiliki kesamaan dalam latar belakang ras, sosial,
dan budaya akan mengembangkan struktur sosialnya sendiri sebagai pembeda dari
kelompok lainnya.
2.
Fungsi Kontrol
Dalam
kehidupan bermasyarakat, selalu muncul kecenderungan dalam diri individu untuk
melanggar norma, nilai, atau peraturan lain yang berlaku dalam masyarakat. Bila
individu tadi mengingat peranan dan status yang dimilikinya dalam struktur
sosial, kemungkinan individu tersebut akan mengurungkan niatnya melanggar
aturan. Pelanggaran aturan akan berpotensi menimbulkan konsekuensi yang pahit.
3. Fungsi
Pembelajaran
Individu
belajar dari struktur sosial yang ada dalam masyarakatnya. Hal ini dimungkinkan
mengingat masyarakat merupakan salah satu tempat berinteraksi. Banyak hal yang
bisa dipelajari dari sebuah struktur sosial masyarakat, mulai dari sikap,
kebiasaan, kepercayaan dan kedisplinan.
D. Bentuk
Struktur Sosial
Bentuk
struktur sosial terdiri dari stratifikasi sosial dan diferensiasi sosial.
Masing-masing punya ciri tersendiri.
1. kelompok Sosial
kehidupan kelompok adalah sebuah
naluri manusia sejak ia dilahirkan. Naluri ini yang mendorongnya untuk
selalu menyatukan hidupnya dengan orang lain dalam kelompok. Naluri itu juga
yang mendorong manusia untuk menyatukan dirinya dengan dalam kelompok yang
lebih besar dalam kehidupan manusia lain di sekelilingnya bahkan mendorong
manusia menyatu dengan alam fisiknya. Untuk memenuhi naluri ini, maka
setiap manusia saat melakukan proses keterlibatannya engan orang dan
lingkungannya, proses ini dinamakan adaptasi. Adaptasi dengan kedua
lingkungan tadi; manusia lain dan alam sekitarnya itu, melahirkan struktur
sosial baru yang disebut dengan kelompok social.Kelompok social adalah kehdupan
bersama manusia dalam himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang umumnya
secara fisik relative kecil yang hidup secara guyub. Ada juga beberapa
kelompok social yang dibentuk secara formal dan memiliki aturan-aturan yang
jelas. Berdasarkan struktur kelompok dan proses sosialnya, maka kelompok
social dapat dibagi menjadi beberapa karakter yang penting. Ada empat
kelompok social yang dapat dibagi berdasarkan struktur masing-masing kelompok.
- Kelompok Formal-sekunder. Adalah kelompok sosial yang umumnya bersifat sekunder, formal, memiliki aturan dan struktur yang tegas, serta dibentuk berdasarkan tujuan-tujuan yang jelas pula. Kelompok ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
·
Adanya kesadaran anggota bahwa ia
adalah bagian dari kelompok yang bersangkutan.
·
Setiap anggota memiliki hubungan timbal
balik dengan anggota lainnya dan bersedia melakukan hubungan-hubungan
fungsional diantara mereka.
·
Setiap anggota kelompok menyadari
memiliki faktor-faktor kebersamaan diantara mereka, di mana kebersamaan ini
mendorong kohesifitas kelompok itu sendiri. Faktor-faktor itu umpamanya
kepentingan bersama, nasib yang sama, tujuan yang sama, ideologi yang sama,
primordialisme, memiliki ancaman yang sama, termasuk juga memiliki
harapan-harapan yang sama.
·
Kelompok sosial ini memiliki struktur
yang jelas dan tegas, termasuk juga prosedur suksesi dan kaderisasi.
·
Memiliki aturan formal yang mengikat
setiap anggota kelompok dalam struktur yang ada termasuk juga mengatur
mekanisme struktur dan sebagainya.
·
Anggota dalam kelompok formal-sekunder
memiliki pola dan pedoman perilaku sebagaimana diatur oleh kelompok secara
umum.
·
Kelompok sosial ini memiliki sistem
kerja yang berpola, berstruktur, dan berproses dalam mencapai tujuan-tujuan
kelompok.
·
Kelompok sosial formal-sekunder
memiliki kekuatan mempertahankan diri, mengubah diri (adaptasi), rehabilitasi
diri, serta kemampuan menyerang kelompok lain.
·
Kelompok sosial formal-sekunder
memiliki masa (umur) hidup yang dikendalikan oleh faktor-faktor internal dan
eksternal.
- Kelompok Formal-Primer. Adalah kelompok sosial yang umumnya bersifat formal namun keberadaannya bersifat primer. Kelompok ini tidak memiliki aturan yang jelas, walaupun tidak dijalankan secara tegas. Begitu juga kelompok sosial ini memiliki struktur yang tegas walaupun fungsi-fungsi struktur ini diimplementasikan secara guyub. Terbentuknya kelompok ini didasarkan oleh tujuan-tujuan yang jelas ataupun tujuan yang abstrak. Contoh dari kelompok formal primer adalah keluarga inti, kelompok kekerabatan dan kelompok-kelompok primordial.
- Kelompok Informal-Sekunder. Adalah kelompok sosial yang umumnya informal namun keberadaannya bersifat sekunder. Kelompok ini bersifat tidak mengikat, tidak memiliki aturan dan struktur yang tegas serta dibentuk berdasarkan sesaat dan tidak mengikat bahkan bisa terbentuk walaupun memiliki tujuan-tujuan yang kurang jelas. Contoh kelompok ini adalah klik, kelompok persahabatan, kelompok anak muda (geng), kelompok percintaan (pacaran), dan semacamnya.
- Kelompok Informal-Primer. Adalah kelompok sosial yang terjadi akibat meleburnya sifat-sifat kelompok sosial formal-primer atau disebabkan karena pembentukan sifat-sifat di luar kelompok formal-primer yang tidak dapat ditampung oleh kelompok formal-primer. Kelompok ini juga merupakan bentuk lain dari kelompok informal-sekunder terutama menonjol di hubungan-hubungan mereka yang sangat pribadi dan mendalam.
Ilustrasi dari
kelompok ini adalah sebagi berikut, suatu saat seorang polisi dari Surabaya
yang baru lulus sekolah polisi di Sukabumi dikirim bertugas di suatu
daerah transmigran di Lampung. Di sana ia bertugas bersama polisi lainnya
yang juga baru lulus sekolah polisi di Porong, Jawa Timur. Bersama
polisi-polisi lainnya mereka bertugas di tempat tugas yang baru itu.
Hubungan-hubungan sosial yang mereka bangun begitu mendasar, penuh dengan
persaudaraaan, dan bahkan dalam pernyataan-pernyataan mereka saling katakan
bahwa mereka adalah saudara, bahkan melebihi saudara. Dalam kenyataannnya
juga demikian hubungan sosial di antara anggota keluarga (istri dan anak-anak)
meraka sangat akrab dan intensif berhubungan satu dengan lainnya. Bahkan
mereka saling bergantian menjadi wali dari anak-anak mereka yang menikah dan
sebagainya. Hubungan-hubungan sosial macam ini terus berjalan sehingga
anak-anak mereka menjadi saudara sesusuan keluarga lainnya. Mereka telah menjadi
keluarga informal dan menjalani kehidupan kelompok macam itu sebagaimana
kehidupan sosial keluarga lainnya.
Selain empat tipe kelompok
sosial di atas, tipe lain dari kelompok sosial dapat pula didasarkan atas
jumlah (besar kecilnya jumlah anggota), wilayah (desa, kota, negara),
kepentingan (tetap atau permanen atau sementara), derajat interaksi (erat atau
kurang eratnya hubungan) atau kombinasi dari ukuran yang ada. Pada
umumnya kelompok sosial di atas adalah kelompok sosial yang teratur, artinya
mudah diamati dan memiliki struktur yang relatif jelas. Ada pula kelompok
sosial yang tidak teratur, artinya sulit diamati strukturnya dan sifatnya
sementara seperti kerumunan dan publik. Kerumunan (crowd) merupakan
kelompok manusia yang terbentuk secara kebetulan, tiba-tiba (suddenly) dalam
suatu tempat dan waktu yang sama karena kebetulan memiliki pusat perhatian yang
sama. Pada kerumunan, umumnya tidak ada interaksi sosial di antara
orang-orang, begitu juga di antara mereka tidak ada ikatan sosial yang mendalam
walaupun mungkin memiliki perasaan yang sama dengan orang lain yang berada di
tempat yang sama itu.
Sebagaimana kenyataannya, bahwa manusia pada awalnya
lahir dalam kelompok formal-primer yaitu keluarga, di mana kelompok ini disebut
sebagai salah satu dari jenis kelompok-kelompok kecil yang paling berkesan bagi
setiap individu. Isolasi kehidupan individu dalam keluarga tak bertahan
lama, karena seirama dengan perkembangan fisik, intelektual, pengalaman dan
kesempatan, individu mulai melepa hubungan-hubungan keluarga dan memasuki dan
menyebar untuk menjalankan berbagai kegiatannya dan bertemu dengan manusia lain
yang memiliki kesamaan tujuan, kepentingan, dan berbagi aspirasi lainnya.
Dalam proses pelepasan tersebut sehingga membentuk kelompok lainnya individu
terus beradaptasi. Di dalam kelompok, masing-masing anggota
berkomunikasi, saling berinteraksi, saling pengaruh memengaruhi satu dengan
lainnya.
Pergaulan dalam kelompok tersebut memengaruhi dan
menghasilkan kebiasaan-kebiasaan yang melembaga agi setiap anggota kelompok,
kebiasaan itu menciptakan pola perilaku yang dilakukan terus-menerus.
Perilaku yang sudah berpola-pola itu akan membentuk sikap setiap anggota
kelompok. Kebiasaan yang melembaga, perilaku, dan sikap tersebut berjalan
secara simultan di antara individu dan kelompok.
Lebih jauh lagi proses sosial semacam ini oleh Berger dan
Lukcmann katakan sebagai proses konstruksi sosial yang terjadi secara simultan
dalam tiga proses, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.
Sehingga pada tahap berikutnya individu akan menginternalisasikan semua sikap
dan perilaku yang diperoleh dari kelompoknya dalam kehidupan pribadinya.
2. Lembaga (Pranata) Sosial
Lembaga (pranata) sosial adalah sekumpulan tata aturan
yang mengatur interaksi dan proses-proses sosial di dalam masyarakat.
Lembaga sosial memungkinkan setiap struktur dan fungsi serta harapan-harapan
setiap anggota dalam masyarakat dapat berjalan, dan memenuhi harapan
sebagaimana yang disepakati bersama. Dengan kata lain lembaga sosial digunakan
untuk menciptakan ketertiban (order).
Wujud konkret dari pranata sosial adalah aturan, norma,
adat istiadat dn semacamnya yang mengatur kebutuhan masyarakat dan telah
terinternalisasi dalam kehidupan manusia, dengan kata lain pranata sosial
adalah sistem norma yang telah melembaga atau menjadi kelembagaan di suatu
masyarakat. Misalnya, kebutuhan orang terhadap penyembuhan
penyakit, menghasilkan kedokteran, perdukunan, penyembuhan alternatif.
Kebutuhan manusia terhadap pendidikan bagi anggota keluarganya, melahirkan
pesanren, taman pendidikan bagi anggota keluarganya, melahirkan pesantren,
taman kanak-kanak, sekolah menengah, perguruan tinggi, dan lainnya.
Kebutuhan akan mata pencaharian, menimbulkan sistem mata pencaharian pertanian,
peternakan, koperasi, industri. Kebutuhan manusia terhadap perkawinan,
melahirkan sistem perkawinan dan keluarga. Kebutuhan akan keindahan,
menimbulkan kesusastraan, kesenian. Kebutuhan kesehatan jasmani,
menimbulkan lembaga pemeliharaan kesehatan, kedokteran kecantikan, dan lainnya.
3.Stratifikasi Sosial (Social Stratification)
Stratifikasi atau strata sosial adalah struktur sosial
yang berlapis-lapis di dalam masyarakat. Lapisan sosial menunjukkan bahwa
masyarakat memiliki strata, mulai dari yang terendah sampai yang paling
tinggi. Secara fungional, lahirnya strata sosial ini karena kebutuhan
masyarakat terhadap sistem produksi yang dihasilkan oleh masyarakat di setiap
strata, di mana sistem produksi itu mendukung secara fungsional masing-masing
strata.
Menurut Pitirim Sorokim yang dikutip dari Soekanto,
Social Stratification adalah pembedaan penduduk dan masyarakat ke dalam
kelas-kelas sosial secara bertingkat (Soekanto,2002:228), yaitu kelas-kelas
tinggi dan kelas-kelas rendah. Setiap masyarakat selalu mempunyai
lapisan, mulai yang sederhana sampai yang rumit, tergantung dari teknoogi yang
dikuasai masyarakat tersebut. Dalam masyarakat yang kompleks, maka
perbedaan kedudukan dan peranan juga bersifat kompleks.
Secara umum, strata sosial di
masyarakat melahirkan kelas-kelas sosial yang terdiri dari tiga tingkatan,
yaitu atas (upper class), menengah (middle class), dan bawah (lower
class). Kelas atas mewakili kelompok elite di masyarakat yang jumlahnya
sangat terbatas. Kelas menengah mewakili kelompok profesional, kelompok
pekerja, wiraswastawan, pedagang, dan kelompok fungsional lainnya.
Sedangkan kelas bawah mewakili kelompok pekerja kasar, buruh harian, buruh
lepas, dan semacamnya. Secara khusus, kelas sosial ini terjadi pada
lingkungan-lingkungan khusus pada bidang tertentu sehingga content varian
strata sosial sangat spesifik berlaku pada lingkungan itu. Content varian
lebih banyak menyangkut varian strata dalam satu lingkungan yang membedakannya
dengan strata pada lingkungan lainnya. Jadi, apabila kelas sosial di
suatu lingkungan sosial menempati struktur strata yang paling tinggi belum
tentu kelas yang sama terjadi pada strata sosial lainnya di tempat lain pula.
Kelas sosial dengan strata sosial tertentu adakalanya
terbentuk dengan sendirinya, ada pula yang dibentuk berdasarkan hukumnya.
Strata kelas sosial yang terbentuk dengan sendirinya adalah berdasarkan pada
kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian keanggotaan kerabat, harta dalam
batas-batas tertentu. Sedangkan strata kelas sosial yang dibentuk berasarkan
tujuan tertentu adalah seperti pemimpin dan yang dipimpin, yang memiliki
kekayaan dan yang tidak, dan yang memiliki kekuasaan atau yang rakyat biasa.
Dasar pembentukan kelas sosial adalah
(a) ukuran kekayaan;
(b) ukuran kepercayaan;
(c) besaran kekuasaan;
(d) ukuran keselamatan;
(e) ukuran ilmu pengetahuan dan pendidikan.
4.Mobilitas Sosial (Social Mobility)
Menurut Horton dan Hunt (Narwoko dan uyanto, 2004:188)
mobiitas sosial dapat diartikan sebagai suatu gerak perpindahan dari suatu
kelas ke kelas sosial lainnya. Mobilitas bisa berupa peningkatan atau
penurunan dalam segi status sosial dan (biasanya) termasuk pula segi penghailan
yang dapat dialami oleh beberapa individu atau oleh keseluruhan anggota
kelompok.
Pak Hartono adalah seorang direktur pemasaran di sebuag
perusahaan televisi swasta di Jakarta. Setip harinya ia mengepalai
departemennya yang terdiri dari 3 orang wakil direktur dan 150 orang bawahan
yang bekerja di lapangan. Selain diberikan fasilitas mobil dinas dan asuransi
kesehatan, pendapatn Hartono setiap bulannya mencapai angka 15 juta
rupiah. Sebuah angka yang cukup besar bagi seorang pegawai seperti Pak
Hartono yang belum nenamatkan pendidikan S1. pada bulan Juni tahun 2005,
dengan terpaksa pak hartono kehilangan pekerjaannya, perusahaannya tak mampu
lagi membayarnya karena Hartono dianggap tidak produktif oleh pemilik
perusahaan bahkan ia dpindahkan ke unit usaha lain di Yogyakarta.
Pada mulanya Hartono menolak, namun tidak ada pilihan
lain selain PHK apabila ia tidak pindah ke Yogyakarta. Satu bulan
kemudian Pak Hartono memutuskan menerima tugas barunya di Yogyakarta. Di
Yogyakarta ia ditempatkan sebagai staf di sebuah unit Asuransi yang ada
hubunganya dengan perusahaannya dulu di Jakarta. Sebagai anak muda,
Hartono tetap berharap kalau suatu hari ia akan bekerja lebih baik lagi untuk
membesarkan perusahaannya.
Pada cerita lainnya, Pak Umar adalah seorang kapten kapal
yang ertugas menahkodai kapl dagang antarpulau dari Surabaya ke Ambon.
Pak Umar sudah bekerja di perusahaan pelayaran yang memiliki kapal tersebut
selama 5 tahun. Pada suatu hari karena perusahaan membeli kapal baru,
dengan tipe kapal yang sama dengan kapal yang sekarang dinahkodai oleh Pak
Umar, kapal yang baru ini diserahkan ke Pak Umar untuk dinahkodai, karena
perusahaan belum percaya kepada kapten kapal lainnya untuk urusan-urusan yang
masih baru seperti yang sekarang ini.
Kisah Hartono ini adalah sebuah serita seseorang yang
mengalami turun kelas sosial, dari seorang direktur menjadi seorang staf di
sebuah kantor atau perusahaan. Sedangkan cerita Pak Umar, yang terjadi
adalah sebuah proses mobilitas horizontal. Bahkan kisah yang dapat kita
saksikan di masyarakat bagaimana seseorang naik dan turun kelas dari strata
sosial, termasuk pula yang mengalami mobilitasi horizontal.
Dengan demikian, secara umum ada tiga jenis mobilitas
sosial, yaitu gerak sosial yang meningkat (socal climbing), gerak sosial
menurun (social sinking), dan gerak sosial horizontal. Ketiga jenis
mobilitas sosial ini dapat dialami oleh siapa saja dan kapan saja sesuai dengan
bagimana seseorang mengekpresikan lingkungan sosial dan bagaimana lingkungan
sosial mengekspresikan seseorang secara timbal balik
5.Kebudayaan
Kebudayaan (culture) adalah produk dari seluruh rangkaian
proses sosial yang dijalankan oleh manusia dalam masyarakat dengan segala
aktivitasnya. Dengan demikian, maka kebudayaan adalah hasil nyata dari
sebuah proses sosial yang dijalankan oleh manusia bersama masyarakatnya.
Pernyataan di atas sejalan dengan selo Sumarjan dan
Soelaiman Sumardi, bahwa kebudayaan sebagai hasil karya, rasa dan cipta
masyarakat. (a) karya, masyarakat menghasilkan material culture seperti
teknologi dan karya-karya kebendaan atau budaya materi (fisik) yang diperlukan
oleh manusia untuk menguasai dan menundukan alam sekitarnya, sehingga budaya
yang besifat fisik ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. (b) rasa, adalah
spiriual culture (nonfisik) meliputi unsur mental dan kejiwaan manusia.
Rasa menghasilkan kaidah-kaidah, nilai-nilai sosial, hukum, dan norma sosial
atau yang dsebut dengan pranata sosial. Apa yang dihasilkan rasa
digunakan untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan. Misalnya agama,
kesenian, ideologi, kebatinan dsb. (c) cipta merupakan immaterial culture yanng
menghasilkan pranata sosial, namun caipta yang menghasilkan gagasan, berbagai
teori, wawasan dan semacamnya yang bermanfaat bagi manusia. (d) karsa adalah
kemampuan untuk menempatkan karya, rasa, dan cipta, pada tempatnya agar sesuai
dengan kegunaan dan kepentingan bagi seluruh masyarakat. Dengan demikian karsa
adalah kecerdasan dalam menggunakan karya, rasa dan cipta secara fungsional
sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat lebih bagi manusia dan masyarakat
secara luas.
BAB III
PENUTUP
A.Simpulan
·
Menurut ilmu sosiologi, struktur sosial adalah tatanan atau
susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat.
Susunannya bisa vertikal atau horizontal
·
Bentuk struktur sosial terdiri dari stratifikasi sosial dan
diferensiasi sosial. Masing-masing punya ciri tersendiri
DAFTAR PUSTAKA
Alam
S& Henry H, 2008, Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SMK dan MAK Kelas XI,
Jakarta: Erlangga
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi;
Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, Kencana Prenada Media, Jakarta,
2007.
Zulkarimein Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, Universitas Terbuka,
Jakarta,
2003.
MAKALAH
STRUKTUR SOSIAL
DISUSUN OLEH :
AYU FAHIRAH
EKA RAMADHANTI
NOVIANA
NURUL FIRDAUZIAH
RISKA
TRI NOVIANTI
SMK KESEHATAN AL – MA’ARIF SUMBAWA
TAHUN AJARAN 2015/2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar